Rabu, 01 Februari 2012

Pesan Nabi Muhammad SAW sebelum Meninggal

Pesan Nabi Muhammad SAW sebelum Meninggal

Allah SWT telah berfirman : “Sesungguhnya aku telah melarang semua para Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau (Muhammad SAW) masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki terlebih dahulu.”

Merinding kita mengikuti firman Allah di atas. Sekaligus bersyukur dan bangga telah menjadi pengikut Nabi Muhammad. Betapa mulianya seorang Nabi yang selama ini kita selalu mengagungkan Beliau, Rasulullah SAW.

Betapa mulianya akhlak Kekasih Allah itu, Muhammad Rasulullah SAW. Betapa “luar biasanya” Nabi Muhammad SAW di kalangan malaikat, sahabat bahkan semua makhluk ciptaan Allah SAW. Terutama saat beliau akan meninggal.

Kisah Tangisan Abu Bakar dan Hari Wafatnya Rasulullah. Betapa mulia dan agungnya Beliau, bahkan malaikat Izrail pun mesti bertanya dulu, apakah ia boleh masuk rumah Rasul, tatkala Izrail diperintahkan Allah mencabut nyawa Rasulullah.

Kita beruntung dan bersyukur tiada tara (sambil berlinang air mata) menjadi salah satu pengikut Rasulullah. Moga makin bertambah cinta kita pada Rasulullah tiada putus-putusnya, hingga akhir hayat kita.

Allah SWT berfirman :

“…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah engkau takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk engkau agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah 5:3)

Diriwayatkan bahwa surat Al-Maidah ayat 3 di atas, turun setelah waktu Ashar berselang, tepatnya pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim haji penghabisan (haji wada).

Ketika itu Rasulullah SAW sedang berada di atas onta Padang Arafah.

Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah kurang begitu mengerti apa isyarat yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut.

Lalu, Beliau bersandar pada ontanya, kemudian onta Beliau pun duduk secara perlahan-lahan.

Setelah itu turunlah Malaikat Jibril dan berkata :

“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan demikian juga larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, kumpulkanlah para sahabatmu dan beritahu mereka, hari ini adalah terakhir aku bertemu denganmu.”

Kemudian Malaikat Jibril pergi,

Rasulullah SAW pun berangkat ke Mekah dan terus melanjutkan perjalanan ke Madinah.

Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan menceritakan apa yang telah dikabarkan Malaikat Jibril kepada dirinya.

Mendengar hal ini, para sahabat pun gembira sambil berkata :

“Agama kita telah sempurna . Agama kita telah sempurna.”

Tetapi berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shidiq, mendengar keterangan Rasulullah itu, ia tidak kuasa menahan kesedihannya dan langsung pulang ke rumah. Lalu mengunci pintu rapat-rapat dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar menangis dari pagi hingga malam.

اللَّهُمَّ اصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَ اصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتيِ فِيْهَا مَعَاشِنَا، وَ اصْلِحْ لَنَا آخِرَتِنَا الَّتيِ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَ اجْعَلِ اْلحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فيِ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ المَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ سَرٍ

رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ وَ تبُ ْعَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَ سَلاَمُ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ اْلحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

وَ لَذِكْرُ اللهِ أَ ْكـبَرُ

MENGHARUNGI ARUS KESEJAGATAN

MENGHARUNGI ARUS KESEJAGATAN


oleh Masoed Abidin ZAbidin Jabbar



Derasnya arus kesejagatan (globalisasi) secara dinamik perlu dihadapi

dengan penyesuaian tindakan dan pemahaman

bahwa arus kesejagatan

tidak boleh mencabut generasi dari akar budayanya.

Arus kesejagatan (globalisasi) mesti dirancang

untuk dapat ditolak mana yang tidak sesuai,

dan dipakai mana yang baik.

Kita akan mendapatkan pelajaran

bahwa tidak boleh ada kelalaian dan berpangku tangan

di tengah mobilitas serba cepat, dan modern.

Persaingan tajam kompetitif tidak dapat dielakkan

dari laju informasi dan komunikasi efektif tanpa batas.

Sudahkah siap menghadapi perubahan cepat

penuh tantangan ini dengan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas,

lulusan perguruan tinggi yang berani menerapkan ilmu.

Juga dengan kekuatan budaya,

teguh (istiqamah) dalam mengamalkan agama,

maka terjangan globalisasi itu menjadi tidak amat sulit dihadapi.

Lebih utama kemampuan bersaing dalam tantangan sosial budaya,

ekonomi dan politik,

karena globalisasi mengait ke semua aspek kehidupan

dan salah satunya menguasai iptek atau ICT

yang hanya dapat disaingi dengan akhlak yang teguh.

Integrasi akhlak yang kuat tumbuh dari

pendalaman ajaran agama (tafaqquh fid-diin)

dan pengamalan nilai-nilai Islam yang universal (tafaqquh fin-naas)

dalam masalah sosial (umatisasi) kemasyarakatan,

mengedepankan kepentingan bersama dengan ukuran taqwa,

responsif dan kritis menatap perkembangan zaman,

menggeluti kehidupan duniawi bertaraf perbedaan,

kaya dimensi dalam pergaulan

rahmatan lil ‘alamin di seluruh nagari.

Ketahanan umat bangsa dan daerah

terletak pada kekuatan ruhaniyah

dengan iman taqwa dan siasah kebudayaan.

Intinya tauhid, yaitu pengamalan ajaran syarak (agama Islam).

Implementasinya akhlak,

yaitu menata kehidupan berperilaku baik

dengan adat istiadat luhur dalam lingkaran nagari.

Sebagai satu contoh Kabupaten Rejang Lebong, Prov. Bengkulu

telah berhasil membuat Perda tentang adat bersendi syarak

untuk daerahnya dan sudah mulai di terapkan pada tahun 2008 yang lalu.

Daerah Sumbar secara menyeluruh akan menjadi baik,

jika mampu mengembalikan nilai-nilai etika adat religi (ABS-SBK)

dalam bermasyarakat dengan

"memulai dari diri sendiri,

dan memberi contoh kepada masyarakat lainnya" (Al Hadist).

Inilah cara yang tepat sesuai bimbingan Allah SWT,

bahwa ... " apabila penduduk negeri beriman dan bertaqwa

dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi ... (QS.7,al-A’raf:96).

Perlu penguatan dalam penyebaran informasi dan komunikasi,

sesuai bimbingan Ilahi Rabbi.

Menuju Masjid Nabawi

Menuju Masjid Nabawi sebelum subuh datang pada jam 3 pagi, untuk shalat Tahajjud dan jika Allah mengizinkan ingin ke Raudhah

KETAHANAN UMAT DAN BANGSA UMUMNYA TERLETAK PADA KEKUATAN RUHANIYAH, KEYAKINAN AGAMA DENGAN IMAN TAQWA DAN SIASAH KEBUDAYAAN

KETAHANAN UMAT DAN BANGSA UMUMNYA TERLETAK PADA KEKUATAN RUHANIYAH, KEYAKINAN AGAMA DENGAN IMAN TAQWA DAN SIASAH KEBUDAYAAN

INTINYA ADALAH TAUHID. IMPLEMENTASINYA AKHLAQ.

Dapat dilakukan dengan program kembali ke surau.

Surau adalah suatu institusi yang khas dalam masyarakat Minangkabau.

Fungsinya bukan sekedar tempat sholat.

Juga sebagai tempat pendidikan dan tempat mendapat pengajaran bagi anak muda.

Banyak tokoh-tokoh besar di Minangkabau lahir dari surau.

Pengelolaan surau sekarang sapat dihidupkan kembali.

Esensi dan semangatnya lewat menggerakkan kebersamaan anak Nagari.

Du’at mesti tampil mengambil peran, karena ada gejala, adat tidak memberi pengaruh yang banyak terhadap generasi muda di Minangkabau. Dan, generasi tua, terlihat kurang pula memberikan suri teladan. Akibatnya, generasi muda jadi bersikap apatis terhadap adat itu sendiri.

Peran Du’at membentuk watak Generasi Sumatera Barat

“Indak nan merah pado kundi, indak nan bulek pado sago,

Indak nan indah pado budi, indak nan elok pado baso.

Anak ikan dimakan ikan, gadang di tabek anak tanggiri,

ameh bukan pangkaik pun bukan, budi sabuah nan diharagoi.

Dulang ameh baok balaie, batang bodi baok pananti,

utang ameh buliah bababie, utang budi dibaok mati.”

Ada enam unsur yang diperlukan untuk membentuk masyarakat yang mandiri dan berprestasi, melalui harakah dakwah, dalam pendidikan bernuansa surau ;

1. IMAN,

2. ILMU,

3. Kerukunan, Ukhuwah dan Interaksi,

4. Akhlaq, Moralitas sebagai Kekuatan Ruhiyah,

5. Badunsanak, sikap Gotong royong (Ta’awun),

6. Menjaga Lingkungan sebagai Social Capital, menerapkan Eko Teknologi.

Kegiatan kembali ke surau, mesti dijadikan upaya pendidikan dan pembinaan karakter anak nagari. Menghidupkan Dakwah sebagai pagar adat dan syarak, dalam menghadapi krisis identitas generasi muda, akibat perubahan dalam nilai – nilai adat.

Keberhasilan suatu upaya da'wah (gerak da'wah) memerlukan pengorganisasian (nidzam). Perangkat dalam organisasi selain dari orang-orang, adalah juga peralatan. Satu dari peralatan terpenting adalah penguasaan kondisi umat, tingkat sosial, dan budaya, yang dapat dibaca dalam peta da'wah.

Peta da'wah, bagaimanapun kecilnya, memuat data-data tentang keadaan umat yang akan diajak tersebut. Umat masa kini, akan menjadi baik dan kembali berjaya, bila sebab-sebab kejayaan umat terdahulu dikembalikan. Bertindak atas dasar, mengajak orang lain untuk menganutnya, dan memulai dari diri sendiri, mencontohkannya kepada masyarakat lain, sebagai kekuatan dalam sistim pendidikan bernuansa surau.

MENGAJAK UMAT MEMPELAJARI DAN MENGAMALKAN ISLAM

Peran Du’at dan Suluah Bendang di nagari dan di tengah umatnya, adalah pengabdian mulia dan tugas berat. Keikhlasan membentuk umat jadi pintar, beriman, berakhlaq, berilmu, beramal baik, membina diri, kemashlahatan umat, dan keluarga, menjadi panutan dan ikutan, ibadahnya teratur, shaleh peribadi dan sosial, beraqidah tauhid yang shahih dan istiqamah.

Ajakan dakwah Islamiyah yang ditujukan kepada umat, tidak lain adalah seruan kepada Islam. Yaitu agama yang diberikan Khaliq untuk manusia, yang sangat sesuai dengan fithrah manusia itu. Islam adalah agama Risalah, yang ditugaskan kepada Rasul, dan penyebaran serta penyiarannya dilanjutkan oleh da'wah, untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia.

Upaya menyiapkan Generasi berprestasi, memanfaatkan surau ;

  1. Membudayakan Wahyu Al Quran dalam memakaikan adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah, melalui pelatihan kepada generasi muda Nagari.
  2. Memberikan penyegaran pada tokoh-tokoh dengan adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah dalam halaqah ba-surau.
  3. Mengevaluasi struktur kelembagaan surau dalam menggrakkan pemerintahan Nagari.
  4. Implementasinya di dalam masyarakat, kembalikan surau menjadi pusat pendidikan masyarakat formal (madrasah berbasis surau), ataupun informal (pengajian, majlis ta’lim) dan sejenisnya, menghidupkan dakwah membangun negeri.

Perintah untuk melaksanakan tugas-tugas da'wah itu, secara kontinyu diturunkan oleh Allah SWT, supaya menyeru ke jalan Allah, dengan petunjuk yang lurus (QS.Al-Ahzab, 33 : 45-46), dan tidak boleh musyrik, serta hanya meminta kepada-Nya dan persiapkan diri untuk kembali kepada-Nya (QS.Al Qashash, 28 : 87).

PELAKSANA DAKWAH ADALAH SETIAP MUSLIM

Setiap mukmin adalah umat da'wah pelanjut Risalah Rasulullah yakni Risalah Islam. Umat yang menjadi harapan masyarakat dunia, semestinya meniru watak-watak, yang ditunjukkan oleh penda'wah pertama, Rasulullah SAW.

Umat dan du’at mesti berupaya sekuat tenaga untuk meneladani pribadi Muhammad SAW, dalam membentuk effectif leader di Medan Da'wah, dalam mengamalkan inti dan isi Agama Islam, yakni akhlaq Islami, Aqidah tauhid yang shahih, kesalehan, dan keyakinan kepada hari akhirat.

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab, 33 : 21).

Haji Mansur Daud Datuk PALIMO KAYO yang dikenal dengan panggilan " Buya Datuk ", (bagian III - Tamat)

Haji Mansur Daud Datuk PALIMO KAYO yang dikenal dengan panggilan " Buya Datuk ", (bagian III - Tamat)



SEMANGAT DAN PENGABDIAN

Kegiatan di bidang politik semakin membawa HMD Datuk Palimo Kayo menjadi tokoh teras melalui semangat dan pengabdian yang ia curahkan. Terbukti ketika dirinya dipercaya sebagai Ketua umum Masyumi wilayah Sumatera Tengah. Salah satunya karyanya adalah membentuk markas Perjuangan Hizbullah guna mewaspadai kembalinya penjajah, meskipun Bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945.

Saat Masyumi mendapat tempat dengan keikutsertaan pada pemilihan umum pertama pada tahun 1955, HMD Datuk Palimo Kayo duduk di parlemen selama setahun sampai tahun 1956.

Ketika pemilihan umum pertama Indonesia berlangsung tahun 1955, Buya Datuk terpilih menjadi salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakjat. Karir politik HMD Datuk Palimo Kayo di tataran negara mulai tampak. Pada tanggal 20 September 1956 ia ditunjuk oleh pemerintah menjadi duta besar RI untuk Kerajaan Irak sampai tahun 1960. Selesai tugasnya menjadi dubes RI di Irak, ia kembali aktif di Masyumi dengan menduduki ja­batan ketua umum Masyumi wilayah Jakarta Raya sampai partai politik Islam Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno.

Antara tahun 1961-1967 HMD Datuk Palimo Kayo aktif berdakwah dan menekankan peningkatan kemakmuran umat. Upaya yang dilakukan melalui wadah sosial serupa itu kemudian semakin melengkapi pengabdian HMD Datuk Palimo Kayo dalam memperhatikan kesejahteraan rakyat.

Pada bulan Pebruari 1967 beliau ikut membidani berdirinya Dewan Da’wah Islamiah In­donesia Pusat dan ikut dalam jajaran pengurus bersama-sama dengan Bapak Mohamad Natsir dan kawan-kawan seperjuangan. Pada bulan Juni 1967 Buya Datuk Palimo Kayo ditunjuk sebagai koordinator Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia untuk daerah Sumatra Tengah yang meliputi daerah Su­matra Barat, Riau, dan Jambi, yang berkedudukan di Bukittinggi. Sejak itu ia mengabdikan dirinya di bidang dakwah dan berbagai kegiatan pendidikan Islam di Sumatra Barat.

Pada 3 Januari 1968, ketika Rumah Sakit Islam "Ibnu Sina" didirikan di Bukittinggi, ia ditunjuk pula sebagai ketua yayasan rumah sakit atau Yarsi Sumatera Barat, sampai beliau meninggal dunia.

Dalam musyawarah alim ulama se-Sumatra Barat tanggal 16-27 Mei 1968 di Bukittinggi, Datuk Palimo Kayo terpilih sebagai ketua umum Majelis Ulama Sumatra Barat. Ketika itu belum ada MUI atau Majlis Ulama Indonesia.

Pada Mu­syawarah Majlis Ulama Sumatra Barat II, ia kembali ter­pilih menjadi ketua umum. Oleh Buya Hamka, kiprah Majlis Ulama Sumatera Barat ini minta diperluas menjadi Majlis Ulama Indonesia. Maka, pada waktu pembentukan MUI Pusat di Jakarta,[i] pada tanggal 26 Juli hingga 2 Agustus 1975, selain dikukuhkan sebagai ketua umum MUI Sumatra Barat, ia juga diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan MUI Pusat.

Bidang pendidikan turut jadi perhatian beliau. Bersama-sama guru agama Islam beliau melangsungkan rapat pada 17 Desember 1978. Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) berupaya mengembangkan dunia pendidikan yang selama ini dipandang sangat strategis melahirkan tokoh-tokoh besar.

Dalam rapat kerja MUI Sumatra Barat pada tahun 1980 ia ter­pilih kembali menjadi ketua umum MUI Sumatra Barat. Selanjutnya di tahun 1984, ketika beberapa tokoh dan cendekiawan muslim di Padang membentuk Yayasan Dana Pembinaan dan Pengembangan Islam (Yadappi), beliau juga dipercaya untuk memimpin yayasan yang bertujuan untuk membantu perguruan-perguruan Islam di Sumatra Barat di bidang dana itu.

Riwayat hidup HMD Datuk Palimo Kayo yang begitu sarat dengan segala bentuk aktivitas memang layak mendapat perhatian secara ilmiah. Kelangkaan akan keberadaan ulama sekaliber HMD Datuk Palimo Kayo kiranya jadi titik tolak untuk mengenang tokoh ulama ini.[ii]

Sejumlah kalangan yang dekat, baik dari keluarga maupun sesama ulama sangat menghargai keberadaannya.

Kalangan akademik kemudian menjadikan sosoknya sebagai sumber tulisan ilmiah sekaligus mencermati kiprahnya sepanjang hayatnya.

Banyak pihak memberikan penilaian tentang eksistensinya. Mengutip Sastrawan sekaligus Budayawan AA Navis dalam tulisan Marthias D. Pandoe tentang Buya HMD Datuk Palimo Kayo,

"sebagai seorang ulama yang konsekuen dengan pendiriannya walau apapun dihadangnya. Imannya kuat, tidak dapat dibeli dengan kedudukan maupun uang. Mungkin riwayat hidupnya yang penuh pengalaman itu menjadikannya tangguh". [iii]

Hingga akhir hayatnya, Buya HMD Datuk Palimo Kayo senantiasa teguh dalam sikap telitinya, meskipun terhadap hal sekecil sekalipun.[iv]

Dengan berbagai kegiatannya itu, khususnya sumbangannya kepada bangsa dan negara sebelum dan sesudah merdeka, pemerintah Indonesia memberikan penghargaan kepada Mansur Daud Datuk Palimo Kayo sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. Pol. 16/II/PK tang-gal 20 Mei 1960, yang kemudian dikuatkan lagi dengan Surat Keputusan Menteri Sosial No. Pol. 103/63/PK tanggal 13 Juni 1963.

Setelah mengalami sakit beberapa hari, ia meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Dr. M. Jamil, Padang, dan dimakamkan di Pemakaman Tunggul Hitam Padang. Tokoh ulama besar ini telah meninggalkan kita buat selama-lamanya pada tahun 1988.

Namun selama hayatnya beliau tetap memacu semangat dan militansi Islam yang tak kunjung padam. ***

Catatan Kaki :

[i] Pada tahun 1975, ketika Majelis Ulama Indone­sia (MUI) berdiri, HAMKA terpilih menjadi ketua umum pertama dan terpilih kembali untuk periode kepengurusan kedua pada tahun 1980.

[ii] Sungguh layak riwayat hidup beliau ditulis di tingkat perguruan tinggi seperti yang telah ada berupa "Biografi", yang disusun Linda Fauzia dalam tugas akhirnya untuk meraih sarjana, dengan analisisnya "Buya Haji Daud Datuk Palimo Kayo: Profil Seorang Ulama dan Penghulu di Minangkabau.", Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang, 1993.

[iii] Kompas, 26 Juli 1981.

[iv] Kenyataan tersebut sebagai seorang mubalig yang dalam kesehariannya Buya Datuk sangat giat mensyiarkan Agama Islam sampai ke pelosok desa dan selalu penulis iringkan semasa hidup beliau di Bukittinggi mulai dari tahun 1967.

Para republiken di masa awal kemerdekaan bersatu dalam satu semboyan Indonesia Merdeka

Haji Mansur Daud Datuk PALIMO KAYO yang dikenal dengan panggilan " Buya Datuk ", (bagian II)

Haji Mansur Daud Datuk PALIMO KAYO yang dikenal dengan panggilan " Buya Datuk ", (bagian II)



AKTIFIS ORGANISASI

Setiba di Jawa Haji Mansur Daud bertemu dengan sejumlah tokoh pimpinan organisasi dan politik antara lain: H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, K.H. Ahmad Dahlan, dan K.H. Fakhruddin. Sejak bergabung dengan beberapa tokoh itu, beliau terpacu untuk berkiprah dalam organisasi.

Pada tahun 1930 Mansur Daud kembali ke Indonesia dari India. Aktivitas organisasi dimulainya kembali dan diwujudkan dalam suatu kongres di Sumatera Thawalib, Bukittinggi. Ketika berlangsung Kongres I Sumatra Thawalib (22-27 Mei 1930) yang mengubah nama organisasi tersebut menjadi Persatuan Muslimin Indonesia (PMI), Mansur Daud ditunjuk sebagai salah seorang anggota Pengurus Besar PMI. Pada Kongres I PMI di Payakumbuh (5-9 Agustus 1930), ia terpilih sebagai sekretaris jenderal PMI. Pada Kongres II PMI di Padang (9-10 Maret 1931), yang memutuskan mengubah organisasi sosial ini men­jadi partai politik yang dikenal dengan nama Per­satuan Muslimin Indonesia (Permi), ia pun ditun­juk sebagai sekretaris jenderal partai ini. Permi, yang berada di bawah pimpinan tokoh-tokoh Su­matra Thawalib dan para bekas mahasiswa dari Cairo (seperti Mochtar Luthfi dan Iljas Jacoub) ini, memperkenalkan ideologi "Islam dan kebangsaan".

H. Mansur Daud ikut berperan dalam membentuk partai politik Indonesia yaitu Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Pada tanggal 2 Desember 1932 Mansur Daud ditunjuk Permi sebagai ketua pelaksana Algemene Actie Protes Vergadering Permi, semacam tim perumus yang akan menyusun rancangan protes ter-hadap kebijaksanaan Belanda yang melakukan ordonansi sekolah partikelir, yang lebih dikenal dengan nama ordonansi "sekolah liar".

Pada bulan Juli 1933 Permi melakukan sidang Pengurus Besar. Dalam sidang ini diputuskan bahwa Mansur Daud Datuk Palimo Kayo dipercaya menduduki jabatan ketua umum Permi sekaligus menjadi pemimpin umum majalah Permi yang bcrnama Medan Rakjat. Tetapi pemerintah Hindia Belanda melarang Permi melakukan pertemuan-pcrtemuan. Namun, larangan Belanda ini bagi Permi bukan halangan untuk bersidang.

Pada tanggal 10 Desember 1934, Mansur Daud ditangkap ketika mengkampanyekan rencana pro­tes yang telah disusun di Curup, Bengkulu, menyusul penangkapan pemimpin utama Permi, yakni H Jalaluddin Taib, H Iljas Jacoub, dan H Mochtar Luthfi. Ketiga tokoh ini kemudian dibuang ke Boven Digul. Datuk Palimo Kayo dipenjarakan di Bukittinggi. Tidak berapa lama kemu­dian ia dipindahkan ke penjara Suka Mulia di Medan. Ia baru dibebaskan dari penjara pada tahun 1935. Kemudian ia kembali ke Bukittinggi. Da­ri situ ia kemudian pergi ke Bengkulu, melakukan kegiatan dakwah pencarian dana pendidikan agama Islam untuk Sumatra bagian Selatan.

Periode penjajahan Jepang memperlihatkan kemajuan aktivitas H. Mansur Daud. Pada tahun 1942 ia kembali aktif dalam kegiatan organisasi. Salah satu upayanya adalah membentuk badan koordinasi alim ulama Minangkabau.

Majlis Islam Tinggi (MIT), diketuai pertama kali oleh Sykeh Sulaiman Ar Rasuli, yang lebih dikenal dengan Inyiak Canduang, sedangkan Datuk Palimo Kayo menjabat sekretaris. Penjajahan Jepang membuat rakyat begitu menderita. MIT seolah menjadi tempat mengadu bagi rakyat. Jepang yang berupaya menghapus organisasi seperti Muhammadiyah dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah, seolah luput mewaspadai Majlis Tinggi Islam. Tokoh-ulama yang duduk dalam MIT sangat berpengaruh dalam sepak terjang pejuang ketika berhadapan dengan pihak Jepang kala itu.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, MIT se-Sumatra melaksanakan muktamar pertama. Semula berdiri, Badan Koordinasi MIT ini hanya untuk daerah Minangkabau, namun kemudian berkembang sehingga meliputi seluruh keresidenan di Pulau Sumatra.

Dalam muktamar ini disepakati untuk membentuk satu MIT Sumatra, dengan ketuanya Syekh Muhammad Jamil Jambek dan sekretarisnya Mansur Daud Datuk Palimo Kayo. Dalam perkembangan selanjutnya, MIT memfusikan diri ke dalam Masyumi di Yogyakarta pada bulan Februari 1946. Masyumi di Sumatera pertama kali berkedudukan di Pematang Siantar, yang menjadi ibu kota Propinsi Sumatra ketika itu.

Pada tahun 1947, pemerintah pusat membagi Sumatra menjadi tiga propinsi, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan. Partai Masyumi pun membentuk pimpinan Masyumi untuk setiap pro­pinsi. Mansoer Doed Datuk Palimo Kayo pun ditunjuk memimpin Masyumi di Sumatra Tengah.

KIPRAH DALAM AGAMA DAN ADAT

Sejalan dengan kekalahan tentara Jepang, dan keberhasilan Bangsa Indonesia merebut kemerdekaan membuat segenap warga ingin mendarmabaktikan perjuangannya. H.Mansur Daud menggiatkan kiprahnya di bidang agama lewat dakwah dan ceramah di mesjid-mesjid. Ketika itu, Datuk Palimo Kayo muncul sebagai mubalig dan seorang tokoh Islam yang memperjuangkan hak-hak rakyat kecil. Upaya yang jelas dilakukan beliau adalah mendorong untuk membangun masjid, mushalla maupun sekolah agama. Hal terpenting, beliau sangat memperhatikan soal persatuan khususnya sesama alim ulama.

Dakwah yang disampaikan H. Mansur Daud, cukup didengar dan dihargai pendapatnya karena dinilai sebagai seorang mubalig yang istiqamah dan tetap eksis, terutama sejak M.I.T dan kemudian difusikan ke Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Buya Mansur Daud Datuk Palimo Kayo, tetap didahulukan selangkah, ditinggikan seranting oleh anak kemenakan. Diserahi posisi penting dalam adat sebagai seorang ninik mamak. Gelar adat yang kemudian dipangkunya adalah Datuk Palimo Kayo. Posisinya dalam raad (Dewan) Nagari dimanfaatkannya untuk memusyawarahkan soal harta pusaka bersama ninik mamak. Beliau juga aktif melakukan upaya meningkatkan dan mensejahterakan masyarakat khususnya di Minangkabau.

Pada tanggal 2-4 Mei 1953 di Gedung Nasional Bukittinggi, para pemuka adat Minangkabau yang melaksanakan musyawarah adat memilih Buya Datuk menjadi ketua umum Badan Permusyawaratan Adat Mi­nangkabau. Kemudian alim ulama dan mubalig se-Sumatra Tengah, dalam musyawarah mereka pada 20-21 Agustus 1953, sepakat membentuk Badan Permusyawaratan Alim Ulama dan Mubalig Islam Sumatra Tengah dan menunjuk Buya Datuk Palimo Kayo sebagai ketua umumnya.

Catatan :

Buya Datuk Palimo Kayo kalau mengetik namanya selalu dengan ejaan lama HMD Datuk Palimo Kajo. Nama beliau juga selalu disingkat dengan HMD yaitu inisial dari Haji Mansur Daud.

Tokoh Tokoh Masyumi yang dikarantina oleh pemerintahan Orde Lama dizaman kepemimpinan Presiden Soekarno dan baru dilepas setelah masa Orde Baru

Haji Mansur Daud Datuk PALIMO KAYO yang dikenal dengan panggilan " Buya Datuk ", (bagian I)

Haji Mansur Daud Datuk PALIMO KAYO yang dikenal dengan panggilan " Buya Datuk ", (bagian I)

Profil Tokoh Ulama dan Adat

Diantara Seratus sepuluh nama tokoh ulama terkemuka Minangkabau yang didapati dalam daftar yang dirunut sejak pertengahan abad ke-19, bahkan pada masa sebelumnya sampai pertengahan abad ini, terdapat nama Haji Mansur Daud Datuk Palimo Kayo, atau dikenal dengan sebutan Buya Datuk Palimo Kayo. Nama yang erat kaitannya dengan dunia pendidikan Islam serta kepribadiannya yang kompleks, baik sebagai seorang ulama maupun penghulu di Minangkabau.

Deretan panjang nama ulama-ulama yang terentang dalam masa lebih dua abad itu merupakan realitas sejarah.

Sejarah menumbuhkan kearifan. Mungkin kita hanya akan terpaku ketika melihat perjuangan para pendahulu itu sebagai romantika masa silam belaka. Bukankah tujuan kiprah dan perjuangan mereka relatif sama berbeda dengan apa yang diperjuangkan oleh para ulama masa kini, yakni menegakkan dinul Islam.

Namun ada sisi-sisi yang ternyata amat mengesankan bila kita mengungkapkan kembali khasanah masa lalu itu.

Langgam, gaya hidup, perjuangan dan dakwah para ulama dahulu itu ternyata berlainan antara yang satu dengan lainnya.

Ciri khas masing-masing ulama menunjukkan karakter dan kekukuhan pribadi. Sesuatu yang terasa semakin hilang pada masa kini. Padahal sebenarnya apa yang kita anggap sebagai sejarah masa silam adalah bagian dari masa kini.

Dalam kesejukan pagi, pada tanggal 17 Shafar 1321 H, bertepatan dengan tanggal 10 Maret 1905 di Pahambatan, Balingka, Kecamatan IV Koto (Kabupaten Agam) lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Mansur.

Orang tua berbahagia yang menyambut kelahiran putranya kala itu adalah Syekh Daud Rasyidi dan Siti Rajab.

Sebagai kepala keluarga, Syekh Daud Rasyidi sudah mengarahkan anaknya supaya taat beragama.

Selain itu Syekh senantiasa berupaya agar semua anak-anaknya antara lain; Anah, Mansur, Miramah, Sa'diah, Makmur dan Afifah agar giat belajar.

Salah seorang putranya yaitu: Mansur Daud kemudian tumbuh dalam kerangka kemungkinan yang diberikan oleh latar belakang budaya serta lingkungan keluarga di sekitarnya.

CIKAL BAKAL PEMIMPIN UMAT

Pembentuk pribadi muslim yang pengaruhnya langsung terhadap Mansur Daud sudah diberikan oleh ayahnya, yang pekerjaannya memang memberikan pengajian dan ceramah-ceramah agama.

Besarnya perhatian dalam keluarga terhadap pendidikan ini memacu semangat Mansur Daud untuk terus menekuni Islam.

Walaupun waktunya juga dibagi untuk kegiatan keseharian yang lainnya, tetapi, cikal bakal dirinya sebagai seorang pemimpin Muslim sudah mulai terlihat.

Usia tujuh tahun memasuki sekolah Desa di Balingka pada tahun 1912. Pendidikan ini hanya diikuti selama satu tahun. Selanjutnya, beliau pindah ke Lubuk Sikaping dan melanjutkan ke Gouvernment School sampai tahun 1915.

Mansur Daud meninggalkan Lubuk Sikaping, kemudian mempelajari agama Islam secara khusus di perguruan Sumatera Thawalib pada tahun 1917.

Beliau langsung mendapat pendidikan dari ulama besar Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA)[i], sementara tetap mempelajari mata pelajaran agama pada Perguruan Islam Madrasah Diniyah di bawah asuhan Zainuddin Labay El Yunusi. Hampir seluruh waktunya diisi dengan mempelajari pendidikan agama Islam.

KE MEKAH DAN MENGEMBARA SEMASA MUDA

Usia Mansur Daud masih begitu muda ketika naik haji pada tahun 1923. Dalam usia yang belum cukup dua puluh tahun, beliau sudah menginjak kota suci Mekah serta langsung belajar agama Islam dengan Syekh Abdul Kadir Al Mandily. Salah seorang Imam Masjidil Haram itulah yang mendidik Mansur Daud selama lebih kurang satu tahun.

Tetapi, lantaran adanya perang saudara di Mekah kala itu, Mansur Daud terpaksa kembali pulang ke Indonesia.

Kepulangan itu mengantarkannya kembali menuntut ilmu di perguruan Islam Sumatera Thawalib, Parabek Bukittinggi.

Selama tahun 1924, Mansur Daud mendalami agama di perguruan Islam yang diasuh oleh Ibrahim Musa Parabek.

Suasana politik yang tak menentu, yakni menyebarnya pengaruh komunis ke dalam perguruan Sumatera Thawalib, membuat Mansur Daud memutuskan untuk menghindari.

Tahun 1925, Mansur Daud berangkat ke mancanegara, menuju India. Langkah ini ditempuhnya guna menghindari pengaruh komunis kala itu. Di Negeri itu Mansur Daud kembali pada dunia yang dihadapinya selama ini. Beliau belajar agama di Perguruan Islam Tinggi (Jamiah Islamiyah), Locknow, India. Abdul Kalam Azad sebagai Pemimpin perguruan tersebut langsung jadi pengasuh sekaligus pengajarnya.

Selanjutnya, H. Mansur Daud melanjutkan belajar agama pada Islamic College di Heydrabad, India. Dua bersaudara yang memimpin perguruan itu Maulana Syaukat Ali dan Maulana Muhammad Ali cukup dikenal, sehingga mereka dijuluki Two Brother oleh masyarakat. Serupa namanya, perguruan tinggi agama Islam yang mereka pimpin juga cukup dikenal oleh masyarakat, terbukti banyak murid yang datang dari luar India. H. Mansur Daud adalah salah seorang diantaranya.

Selama lebih kurang 5 (lima) tahun, H. Mansur Daud mengembara, menuntut ilmu di India. Pengembaraannya buat sementara ke mancanegara usai. Beliau pulang dan sempat singgah di Malaysia. Beliau langsung ke pulau Jawa.

Catatan Kaki :

[i] HAKA adalah kependekan dari Haji Abdul Karim Amarullah, dikenal pula dengan sebutan Haji Rasul dan Inyiak DR. Abdul Karim Amarullah lahir di Nagari Sungai Batang, Maninjau, Agam, 10 Februari 1879 dan wafat di Jakarta tanggal 2 Juni 1945. Semasa kecil diberi nama Muhammad Rasul. Ibunya bernama Tarwasa, and ayahnya bernama Syekh Muhammad Amrullah, seorang ulama besar pula. HAKA adalah seorang pembaru pemikiran Islam, ulama besar awal abad ke-20, dari Minangkabau, ayah dari Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Sebagai anak dari seorang ulama besar waktu itu, Abdul Karim Amrullah memulai pendidikannya dengan belajar agama di desa Sibalantai, Tarusan, Pesisir Selatan, diawali dengan belajar Al-Qur'an selama satu tahun. Pada usia 13 tahun ia belajar nahu dan saraf kepada ayahnya sendiri. Belajar di surau adalah bentuk pendidikan Minangkabau masa itu. Pelajaran selanjutnya ia terima di Sungai Rotan, Pariaman pada Tuanku Sutan Muhammad Yusuf selama dua tahun sampai menamatkan buku Minhaj at-Tallbin karangan Imam Nawawi dan TafsirJalalain.

Pada 1894 (usia 15 tahun), ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk belajar ilmu aga­ma Islam dengan seorang ulama besar asal Mi­nangkabau, yaitu Syekh Ahmad Khatib Mi­nangkabau, yang saat itu menjadi guru dan imam Masjidilharam. Ia belajar kepada Ahmad Khatib selama tujuh tahun, bersama dengan putra-putra Minangkabau lainnya, di antaranya Muhammad Jamil Jambek dan Taher Jalaluddin. Di samping belajar dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, Muhammad Rasul juga belajar ke­pada beberapa guru, seperti Syekh Abdullah Jamidin, Syekh Usman Serawak, Syekh Umar Bajened, Syekh Saleh Bafadal, Syekh Hamid Jeddah, Syekh Sa'id Yaman, dan juga kepada Syekh Yusuf Nabhani pengarang kitab "al-Anwar al-Muhammadiyah". Di samping Syekh Ahmad Khatib, pemikiran keagamaan Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rasyid Rida juga membentuk pola pemikirannya.

Pada tahun 1901 Muhammad Rasul pulang ke kampungnya setelah menimba ilmu di Mekah. Pengaruh pemahaman gurunya Syekh Ahmad Khatib, membentuk Muhammad Rasul menjadi seorang yang radikal mengahadapi adat Minangkabau serta keras berhadapan tarekat-tarekat yang berkembang masa itu di Minangkabau, khusus Tarekat Naksyabandiah. Syekh Ahmad Kha­tib, gurunya, telah menulis beberapa buku yang mengungkap kekeliruan tarekat tersebut. Dan Muhammad Rasul telah menerima pendirian dan sikap gurunya ini dengan baik. Maka, Muhammad Rasul mencoba meluruskan praktek-praktek tarekat yang tidak ada dasarnya dalam Islam.

Perjuangannya cukup berat, karena ulama yang sepaham dengannya tidak terlalu banyak. Ulama-ulama yang berseberangan dengan cara dan pemikirannya termasuk pengikut ayahnya sendiri, seorang syekh dari Tarekat Naksyabandiah. Pertentangan pendirian antara ayah dengan anak tak dapat dihindari. Namun, Muhammad Rasul yang telah bergelar "Tuanku Syekh Nan Mudo", tetap menjaga hubungan baik dan berbakti kepada ayahnya. Sebaliknya si ayah yang mengetahui pendirian anaknya bangga karena anaknya telah menjadi seorang yang berpendirian, berani dan sulit dikalahkan tanpa hujjah yang sahih. Pertentangan dengan para penganut Tarekat Naksyabandiah inilah yang kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan pertentangan antara "Kaum Tua" dengan "Kaum Muda" di Minangkabau pada masa itu. “Kaum Muda” ini pada umumnya adalah murid-murid Syekh Ahmad Khatib. Ketika itu Muhammad Rasul telah berganti nama menjadi H. Abdul Karim Amrullah.

Ketika disuruh ayahnya mengantar adik-adiknya, Abdulwahab, Muhammad Nur dan Muhammad Yusuf ke Mekah, Muhammad Rasul berkesempatan menambah ilmunya. Sebelum berangkat ia dikawinkan dengan Raihanah binti Zakaria, yang digelarinya sebagai "Raihanatu Qalbi" (Bunga Mekar Hatiku). Rasul mulai mengajar di rumahnya di Syamiah dan di Masjidil Haram dengan mengambil tempat di Bab al-Ibrahim. Namun, Ia tidak dibolehkan mengajar oleh Syaikh-al-Islam Mu­hammad Sa'id Babsil (Mufti Mazhab Imam Syafi'i). Maka, Rasul mengajar di rumah keponakan Syekh Ahmad Khatib. Di antara muridnya adalah Ibrahim bin Musa Parabek dan Muhammad Zain Simabur. Kedua murid ini kelak menjadi ulama besar di Minangkabau.

Musibah meninggal Istrinya setelah melahirkan anak yang kedua yang juga meninggal dunia di Sungai Batang, menyebabkan Muhammad Rasul kembali ke Minangkabau. Sete­lah mengerjakan haji tahun 1906, ia pulang ke kampungnya dan kawin dengan adik istrinya yang bernama Safiah. Dari perkawinan inilah pada tanggal 16 Februari 1908 lahir anaknya yang bernama Abdul Malik, yang kemudian hari menjadi seorang ulama besar Indonesia, yaitu Prof. Dr. HAMKA.

Setelah berdirinya Sumatra Tawalib, ide Haji Abdul Karim Amrullah ini diteruskan oleh murid-muridnya, seperti Abdul Hamid Hakim, A.R. Sutan Mansur, dan Zainuddin Labay El-Yunusy, dengan menerbitkan majalah al-Munir al-Manar pada tahun 1918 di Padangpanjang. Dalam lawatan ke Jawa pada tahun 1925, ia sempat bertemu dan bertukar pikiran dengan HOS Tjokroaminoto dan KH Ahmad Dahlan. Kesan itu dibawa ke Sumatra Barat, bahwa Islam perlu diperjuangkan dengan sebuah organisasi. Perkumpulan yang ia dirikan sebelumnya dengan nama "Sendi Aman", ditukar menjadi cabang Muhammadiyah di Sungaibatang, Maninjau.

Muhammad Rasul juga aktif dalam organisasi "Persatuan Guru-Guru Agama Islam", yang didirikan H. Abdullah Ahmad pada tahun 1918. Pada tahun 1924 ia berdua dengan Abdullah Ahmad menjadi utusan kekongres kekhilafahan Dunia Islam di Cairo. Pikiran bernas dan berani yang beliau ketengahkan mendapat perhatian besar dari Syekh Abdul Aziz asy-Syalabi. Setelah menyelidiki latar belakang dan riwayat hidup tokoh ulama Minangkabau ini, Syekh Abdul Aziz asy-Syalabi bersama Syekh Khalil al-Khalidi, bekas Mufti Palestina, dan Athaillah Effendi, menteri urusan awqaf negeri Irak, mengusulkan gelar "Doctor Honoris Causa" kepada kedua ulama Minangkabau ini, melalui munakasyah ditengah kongres Islam itu, Syekh Husain Wali yang juga adalah Syaikhul Al-Azhar menganugerahkan gelar Doktor Ilmu Agama kepada Dr. H. Abdul Karim Amrullah pada tahun 1926 dari Kongres Islam Sedunia di Cairo, Mesir.

Sebagai seorang yang memperjuangkan nasib rakyatnya, dia dicurigai oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada 12 Januari 1941 dia ditahan dan dipenjarakan di Bukittinggi, dan Agustus 1941 diasing­kan ke Sukabumi. Ketika Belanda menyerah kepada Jepang tahun 1942 ia pindah ke Jakarta. Muhammad Hatta, mengatakan bahwa beliau adalah ulama yang mula sekali menyatakan "Revolusi Jiwa" kepada Jepang di Indone­sia, karena melawan keharusan menghormati Tenno Haika dengan membungkukkan badan ke arah timur laut. Ketika anaknya HAMKA ingin membawanya pulang, ia menga­takan bahwa dia merasa senang tinggal di Jawa.

Pada tanggal 2 Juni 1945 beliau mengembuskan nafasnya yang terakhir dengan tenang dan dimakamkan di Pemakaman Umum Karet, Jakarta. Pikiran dan perjuangan ulama besar ini ikut membentuk watak dan semangat perjuangan ulama-ulama muda Minangkabau, diantaranya Mansur Daud Datuk Palimo Kayo.

Duduk paling kanan adalah Syekh Daud Rasyidi yaitu ayahanda dari H.Mansur Daud Datuk Palimo Kayo

Delapan Hal Yang Mematikan Hati

DELAPAN HAL YANG MEMATIKAN HATI

Imam Al Ghazali berkata:

قِيْلَ لِإبْرَاهِيْمَ بْنِ أَدْهَم مَا بَالُنَا نَدْعُو فَلَا يُسْتَجَابَ لَنَا وَقَدْ قَالَ تَعَالَى اُدْعُوْنِي اَسْتَجِبْ لَكُمْ
Pernah ditanyakan orang kepada Ibrahim bin Adham, “mengapa do’a kami tidak dikabulkan, padahal Allah telah berfirman: ‘berdo’alah kamu kepadaKu, niscaya Aku perkenankan do’amu”?

قَالَ لِأَنَّ قُلُوبَكُمْ مَيِّتَةٌ
Ibrahim bin Adham menanggapi: “Karena hatimu telah mati!”

قِيْلَ وَمَا الَّذِي أَمَاتَهَا
Ditanyakan lagi, “apa yang mematikannya?”

قَالَ ثَمَانُ خِصَال عَرَفْتُمْ حَقَّ اللهِ وَلَمْ تَقُومُوا بِحَقِّهِ وَقَرَأْتُمُ القُرْآنَ وَلَمْ تَعْمَلُوا بِحُدُوْدِهِ وَقُلْتُمْ نُحِبُّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَلَمْ تَعْمَلُوا بِسُنَّتِهِ وَقُلْتُمْ نَخْشَى المَوْتَ وَلَمْ تَسْتَعِدُّوا لَهُ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوًّا فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا فَوَاطَأْتُمُوهُ عَلَى المَعَاصِي وَقُلْتُمْ نَخَافُ النَّارَ وَأَرْهَقْتُمْ أَبْدَانَكُمْ فِيْهَا وَقُلْتُمْ نُحِبُّ الجَنَّةَ وَلَمْ تَعْمَلُوا لَهَا وَإِذَا قُمْتُمْ مِنْ فُرُشِكُمْ رَمَيْتُمْ عُيُوْبَكُمْ وَرَاءَ ظُهُوْرِكُمْ وَافْتَرَشْتُمْ عُيُوْبَ النَّاسَ أَمَامَكُمْ فَأَسْخَطْتُمْ رَبّكُمْ فَكَيْفَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
Ibrahim bin Adham menjawab: “Ada delapan hal…

  1. Kamu telah mengetahui hak Allah, tetapi kamu tidak menunaikan hakNya;
  2. Kamu membaca Al Quran, tetapi kamu tidak mengamalkan ketentuan yang terdapat di dalamnya;
  3. Kamu mengatakan: “Kami mencintai Rasulullah SAW, tetapi kamu tidak mengamalkan sunnahnya;
  4. Kamu mengatakan: “Kami takut menghadapi maut”, tetapi kamu tidak mempersiapkan diri menghadapinya;
  5. Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman: “Sungguh syetan adalah musuh yang nyata bagimu, maka ambillah dia menjadi musuhmu….”, namun kamu berpadu dengan syetan itu melakukan kemaksiatan;
  6. Kamu mengatakan: “kami takut kepada neraka”, tetapi kamu menganiayai badanmu ke dalamnya;
  7. Kamu mengatakan: “Kami mencintai surga”, tetapi kamu tidak beramal untuk masuk surga;
  8. Apabila kamu bangun dari peraduanmu, maka kamu mencampakkan ‘aibmu ke belakangmu, dan kamu membentangkan ‘aib orang lain di hadapanmu…

Lantaran hal-hal itulah kamu membuat Tuhanmu murka… lantas, bagaimana Dia memperkenankan do’amu?”

(lihat, Ihyak ‘ulumuddin” Juz III halaman 38)

Mengamalkan Shiddiq dengan landasan pengabdian kepada Allah

Sifat Rabbaniah ditegakkan dengan benar diatas landasan pengenalan (makrifat) dan pengabdian (`ubudiah) kepada Allah melalui ilmu pengetahuan, pengajaran, nasihat, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.

Siddiqiah mencakup enam jenis kejujuran (al-sidq):

1. kejujuran lidah,
2. kejujuran niat dan kemauan (sifat ikhlas),
3. kejujuran azam,
4. kejujuran al-wafa’ (jujur dengan apa yang diucapkan dan dijanjikan),
5. kejujuran bekerja (prestasi karya), dan
6. kejujuran mengamalkan ajaran agama (maqamat al-din).

Maka insan rabbani adalah insan yang memenuhi apa yang diuraikan oleh Allah dalam firman-Nya,

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS.Al-Imran, ayat 79).

“Silaturrahmi, berakhlak mulia serta bertetangga dengan baik akan membangun dunia dan memperpanjang usia”.


Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad dari Sayyidah Aisyah r.a, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda.

صِلَةُ الرَّحِمِ وَ حُسْنُ الخُلُقِ وَ حُسْنُ الِجَوارِ يُعَمِّرْنَ الدِّيَارَ وَ يُزِدْنَ فِى الأَعْمَارِ

“Silaturrahmi, berakhlak mulia serta bertetangga dengan baik akan membangun dunia dan memperpanjang usia”.

Sabda Rasul Allâh SAW juga mengingatkan,
"Ada tiga faktor yang membinasakan manusia yaitu mengikuti hawa nafsu, kikir yang melampaui batas dan mengagumi diri sendiri (‘ujub)."
(HR. al-Tirmidziy).

Ajakan dakwah Islamiyah, tidak lain adalah seruan kepada Islam, yaitu agama yang diberikan Khaliq untuk manusia. Sesuai dengan fithrah manusia itu. Islam adalah agama Risalah, yang ditugaskan kepada Rasul. Penyebaran serta penyiarannya dilanjutkan oleh da'wah. Di masa kini perlu digerakkan dengan terarah dan terpadu, gerakan da’wah akhlaqul Karimah diantaranya dengan pengenalan tauhid yang tujuannya untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia.

Hilangnya Akhlak , umumnya disebabkan Agama tidak diamalkan, Ibadah lalai, nilai etika budaya terabaikan, akibatnya masyarakat akan hancur ……

Menjadi Pemimpin itu amat berat, akan menjadi ringan dengan panduan agama

Menjadi Pemimpin itu amat berat, akan menjadi ringan dengan panduan agama

Perlu dingatkan bahwa pemilihan pemimpin merupakan satu ikatan kontrak yang disepakati dengan rakyat melalui proses penyerahan kuasa atau pemilihan umum.

Ijmak ulama menetapkan bahwa melantik pemerintah yang mampu melaksanakan tanggungjawab pemerintah dikalangan umat Islam hukumnya adalah wajib.

Kepimpinan bukan sekadar perjanjian antara pemimpin dengan masyarakat, tetapi juga merupakan ikatan perjanjian antara pemimpin dengan Allah SWT.

Pemerintahan adalah satu amanah dan disyariatkan bagi melanjutkan tugas kenabian dalam memelihara agama dan mentadbir urusan dunia umat Islam.

Rasulullah SAW juga telah berpesan kepada umatnya bahwa perlu ada dikalangan umatku yang menjadi pemimpin di dalam sebuah organisasi ataupun masyarakat demi melaksanakan amar makruf dan mencegah kemungkaran. Kepimpinan itu semestinya didukung oleh keimanan kepada Allah SWT, cinta dan menghayati sunnah Rasulullah SAW serta berakhlak mulia di mana ianya mampu mengadakan hubungan yang baik dan harmoni dengan semua peringkat masyarakat.

Kita dapat belajar kepimpinan kepada Khalifah Umar al- Khattab RA yang boleh dijadikan contoh karena beliau adalah seorang pemimpin yang sangat disayangi oleh rakyatnya atas perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa terhadap rakyat.

Sesungguhnya umat Islam amat beruntung karena mempunyai seorang tokoh yang boleh dijadikan panduan dalam merealisasikan asas kepimpinan ini yakni Rasulullah SAW. Baginda adalah contoh yang dikagumi bukan saja oleh umat Islam malah disanjungi oleh musuh-musuh Islam karena mempunyai kebolehan dalam memimpin dan bertanggungjawab penuh ke atas perlaksanaannya.

Sesungguhnya pemimpin yang kehendaki ialah mereka yang tinggi budi pekerti dan akhlak yang merangkumi ciri takwa dan warak, mereka ini seorang yang sentiasa bercakap benar, amanah, bersih diri dari perkara haram dan meragukan, sentiasa tenang dalam keadaan biasa dan marah, kualitas maruahnya tampak dalam semua urusan agama dan dunia. Menyeru seluruh umat Islam sekalian bersama-sama melaksanakan tanggungjawab kita demi agama, bangsa dan negara dengan memilih pemimpin yang benar-benar beretika, bertindak selaras dengan apa yang dikata atau yang dijanjikan, bertanggungjawab menjaga kebajikan dan kesejahteraan rakyat yang dipimpin di dunia dan di akhirat.

Mengkhianati amanah kepimpinan adalah satu dosa besar yang akan menerima hukuman Allah di akhirat nanti.

Diriwayatkan dari Imam Ahmad dan Athabbarani, dari Abi Mas’ud Radhiallahu ‘anhu, ia berkata, aku bertanya kepada Rasulullah. “wahai Rasulullah”Kedzaliman apakah yang lebih dzalim dari kedzaliman itu sendiri? , Rasulullahpun menjawab : ”Sedepak (segenggam) tanah/harta yang dikurangi seseorang dari haknya seorang muslim, ataupun diambilnya tanah tersebut, kecuali kelak di hari kiamat dia akan mengelilingi tanah/harta tersebut sampai kedasar tanah yang paling dalam, dan sampai dimana dasar/bawah tanah tersebut batasnya, tak ada seorangpun yang mampu mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala.

Dia akan menggali/mengelilingi, dan menggantikan sejengkal tanah tadi sampai kedasarnya sekali, dimana sampai mana dasar tersebut berakhirnya tak ada seorangpun yang tahu, kecuali Allah Ta’ala.

Begitu besar dosa, dan ganjaran seseorang yang mengambil harta/tanah milik orang lain, ataupun menguranginya. Mengurangi apalagi sampai mengambil harta seseorang, sangatlah besar dosanya disisi Allah Ta’ala. Karena betapa Allah Ta’ala sangat menghargai jerih payah harta seseorang yang dicarinya dari hasil kerja tangannya sendiri, sementara ada yang mengambil seenaknya saja.

Di dunia ini, karena harta orang mampu melakukan segalanya, apa sajapun itu. Manusia banyak hancur terjerumus, bahkan menjerumuskan orang lain, karena harta, karena factor ekonomi, factor uang, harta dan kedudukan, jabatan. Mungkin, karena itu pula, betapa banyak ayat-ayat Allah Ta’ala, maupun hadits2 Rasulullah yang mengingatkan kita dalam masalah ini.

Lihatlah, betapa Allah Ta’ala menggantungkan amalan seseorang masih dalam kuburnya, belum lagi di padang mahsyar kelak, seseorang yang meninggal dunia, dan dia masih meninggalkan hutang yang belum sempat dibayarkannya.

Dari Anas ra berkata: Suatu ketika Rasulullah didatangkan dengan jenazah seseorang, untuk dishalatkan. Kemudian Rasulullah bertanya? :"Apakah dia punya hutang?" Mereka menjawab:"Iya". Rasulullah bersabda: “ Sesungguhnya Jibril melarang aku menshalatkan orang yang masih punya hutang, karena sesungguhnya orang yang masih punya hutang, nasibnya akan terkatung2 sampai hutangnya dilunasi … "

Ketahuilah wahai saudaraku, memperlambat hutang menghilangkan keberkahan hidup.

Betapa banyak diantara kita yang hakikatnya sudah mampu membayar hutang-hutang kita, namun kita sengaja memperlambatnya dengan berbagai alasan yang tidak begitu penting.

Ada-ada saja keperluan kita yang kita sampaikan pada yang memberikan hutang, untuk menunda hal tersebut. Tindakan tersebut bukanlah untuk memenuhi sebuah keperluan yang utama. Tetapi hanya semata ubtuk keperluan yang sekunder, bahkan keperluan kemewahan yang menampakkan hidup kelihatan lebih wah. Padahal semua itu, kita masih menggantungkan hutang kita pada orang lain.

Keberkahan hidup kita sendiri akan punah pada akhirnya.

Itu disebabkan, karena kesengajaan kita, bukan karena kondisi kita.

Seharusnya kita mampu hidup sesuai dengan kondisi financial kita.

Namun demi sebuah gaya hidup, gengsi, kita usahakan kelihatan mewah dikhalayak ramai.

Menyedihkan sekali.

Semoga hal ini, tidak terjadi untuk diri kita, anak cucu dan keturunan kita.

Hakikatnya hal inilah yang menjadi darah daging dari sikap bangsa kita.

Terbiasa mau kelihatan mewah, hakikatnya kita masih banyak hutang yang dapat menggantungkan amalan kita diakhirat kelak.

Bahkan masih dalam kuburpun, kita dibuat terkatung-katung olehnya.

Kalau kondisi benar-benar sulit dan tak berdaya, agamapun memberikan solusi yang tepat dan baik.

Kita saja yang terkadang tak mau mematuhi hukum agama.

Hal tersebut terjadi karena tabiat lebih condong pada kehidupan dunia dan senang hanya dapat pujian dari orang lain, ketimbang mencari ridha Allah Ta’ala.

Makan harta dari harta yang haram, salah satu penyebab dari tidak dikabulkannya do’a seseorang.

Diriwayatkan dari Imam Attabbarani, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata :

”Tatkala dibacakan ayat, “Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa-apa yang ada dimuka bumi ini dengan cara yang baik dan halal” ...

Maka berdirilah Sa’ad bin Abi waqas. “Wahai Rasulullah, berdo’alah kepada Allah Ta’ala, agar do’a-do’a ku dikabulkanNya” ....,

Kemudian Rasulullah menjawab :

”Wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu, niscaya do’a kamu terkabul, sungguh dimana jiwaku yang berada ditanganNya, apabila seseorang memakan sesuap makanan kedalam mulutnya dengan sesuatu dari harta yang didapatkannya dengan cara yang haram, sungguh, Allah tidak akan menerima amalannya selama 40 hari ( itu baru sesuap, bagaimana kalau 10 suap, apalagi 10 piring?), dan barang siapa yang darah dagingnya tumbuh dari daging didapatnya dari cara yang haram, maka neraka lebih berhak untuknya.”.

Cobalah kita bayangkan, kalau saja tanah/harta seseorang yang sejengkal,

dan sangat sedikit itu, kita kurangi/ kita ambil saja, hukuman yang akan kita terima,

dihari kiamat kelak (hati-hati bagi para pejabat/atasan/tuan rumah yang terkadang kita sering mengurangi hak bawahan, pembantu, faqir miskin, hak ortu kita),

kita harus mengelilingi/menggali tanah tersebut sampai kedasar tanah yang penghabisan.

Dimana letak batas penghabisan lapisan tanah itu ????

Tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala.

Harus berapa puluhan tahun kita melunasi untuk membayarkan harta yang kita ambil tersebut?

Amat mengerikan peringatan Rasulullah ini ....

Maka hindarilah mengambil hak orang lain ...

Betapa Allah ta’ala sangat menghargai harta benda milik manusia itu sendiri, padahal harta itu jelas-jelas adalah milik Allah hakikatnya.

Tetapi kita dilarang mengurangi hak dari harta benda seseorang apalagi mengambilnya dengan cara yang haram, bukan cara yang halal.

Agama Islam mengatur kehidupan manusia dari segala lini kehidupan.

Mulai dari bangun tidur, sampai tidur kembali, semua ada aturannya.

Tinggal manusianya saja lagi yang harus memilih, pilih dunia beserta keindahannya,

atau pilih akhirat dengan segala keindahannya pula.

Dan setiap pilihan hidup pasti memiliki resiko dan konsekwensi.

Dan Allah Ta’ala sudah banyak memberikan kita peringatan bahwa,

Wal akhiratu, khairu llaka minal uula, dan akhirat itu jauh lebih baik bagimu, ketimbang dunia”,

Dan tidaklah kehidupan di dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau belaka”.

Tak berapa tahun yang silam kita dilahirkan dengan tangisan kita tatkala bayi, menjelang berapa saat kita dapat jalan, sekolah, kawin, punya anak, dan tua, akhirnya keliang lahat kembalinya. Allah Ta’ala berfirman, dengan mengingatkan kita aka nasal kita darimana, “Dari tanah kami menciptakan kamu, didalam hamparan tanah itu juga kamu hidup, dan pada akhirnya kamu kembali kedalam tanah juga”.

Apabila kamu mengurangi harta/hak seseorang,

apalagi kamu mengambilnya dengan cara yang tidak halal,

kelak kamu akan menggali/mengelilingi tanah tersebut sampai ke dasarnya.

Dan apabila kamu meninggal masih memiliki hutang,

kelak di dalam tanah yang kamu dikubur didalamnya,

nasib kamu juga terkatung-katung.

Dari tanah saja, kita dapat mengambil pelajaran yang sangat banyak dan mendalam,

apatah lagi dari harta yang lainnya.

Dari paparan ayat-ayat serta hadits-hadits diatas, dapat kita ambil kesimpulan:

  1. Hati-hati terhadap harta orang lain
  2. Hati-hati terhadap hutang kita
  3. Hati-hati terhadap harta kita sendiri
  4. Hati-hati terhadap bawahan/pembantu kita, jangan sampai haknya kita kurangi, dan jangan sampai membebani pekerjaan seseorang diluar batas kemampuannya, apalagi sampai kita tak membayar haknya sesuai dengan tenaganya.

Allahu Ta’ala ‘Alam,

Menyaksikan pemotongan Qurban di Mina

Wuquf di Arofah, pada Haji Akbar, Jum'at 2007

Mudzdalifah, @[1241212276:2048:Hamzah Hazairin Hasan]