Selasa, 24 Februari 2009

Maulidur Rasul Muhammad SAW

MAULIDUR RASUL

Oleh: H.Mas’oed Abidin*


Dalam memperingati “maulidur-rasul” sering di bacakan Wahyu Allah bahwa Muhammad Rasulullah SAW adalah “Rahmat bagi seluruh alam” (QS.21,Al-Anbiya’,ayat 107), yang menjadi “uswah hasanah” yakni suri ketauladanan yang teramat sempurna (QS.33, Al-ahzab:21).

Muhammad SAW di utus sebagai “nabi yang terakhir” (QS.33:40) untuk melakukan perubahan menyeluruh bagi kehidupan manusia yang waktru itu tengah berada dalam kondisi dzulumat (kegelapan) kepada kehidupan berperadaban yang benderang (civilisasi) secara transparan (an-nur, cahaya terang).


Perubahan yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, selalu berpedoman kepada bimbingan Wahyu Allah SWT. Sama sekali bukan menurut keinginan dirinya sendiri, sebagai mana perubahan yang sering di lakukan para reformer dunia, yang seringkali di ikuti oleh pemaksaan kehendak, dan kadangkala bergerak kearah suatu tindakan yang menyisakan penderitaan dan bekas luka bagi orang banyak, berupa gerakan anarkis yang sering pula menyisakan pertentangan dalam kehidupan manusia.

Perubahan berdasar Sunnah Rasulullah SAW, bermuara dengan “syari’at Islam”, berintikan proses kearah perubahan kepada perbaikan berbentuk tajdid (pemurnian) , Ishlah (penyempurnaan) dan taghyir (perubahan sikap) dan tazkiyah (pembersihan diri dan sikap dari dalam). Perubahan itu menciptakan suatu perbaikan tanpa merusak.

Ajaran Islam yang dibawa Rasulullah SAW, selalu mengingatkan umatnya untuk tidak merusak (fasad=anarkis) baik dalam bentuk tatanan atau pemaksaan-pemaksaan kehendak.

Agama Islam sangat menghormati prinsip tidak ada pemaksaan dalam agama (QS.2:256). Agama Islam juga menjunjung tinggi kewajiban asasi dengan melembagakan musyawarah dalam setiap urusan (QS.3:159), serta keteguhan identitas (shibghah) dalam wujud amar ma’ruf (proaktif dalam social support) dan nahi munkar (re-aktif untuk tujuan yang jelas, berupa social control).

Gerakan amar makruf-nahiy munkar bertujuan melawan segala corak kemakshiyatan baik yang menyangkut tatanan dan hubungan pribadi, keluarga, masyarakat, lingkungan, bangsa dan negara.

Tujuannya semata menciptakan umat berkualitas “khaira ummah” atas dasar “iman” kepada Allah . Secara intensif pula menggairahkan perlombaan bernilai kebaikan “fastabiqul-khairat”.

Ajaran Islam seperti ini telah terbukti berhasil menciptakan suatu komunitas umat pengikut yang kian hari kian bertambah, Insya Allah sampai akhir zaman .

Perjalanan Risalah Rasulullah SAW, mencatat betapa kegelapan yang menyungkup perilaku kehidupan jahiliyah masa lalu itu.

Sampai Allah mengutus seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri (yakni Muhammad SAW) yang sangat di kenal nasab, kebenaran, kejujuran, amanah (tranparansi), dan kebaikan budi pekertinya. “Karena itu kami mempercayainya, dan kami benarkan risalahnya” (HR.Buchari, Abu Daud).

Hadist ini sesungguhnya menyimpan makna mendalam. Pertama, Risalah Islam yang di bawa Rasulullah SAW diterima karena kejujuran pribadi pembawanya (sosok Muhammad Al-Amin).

Kedua, keutamaan Wahyu Allah (yang berisikan paradigma tauhid dan akhlaqul karimah yang telah mampu merombak tatanan dan prilaku kehidupan masyarakat secara kaffah (menyeluruh).

Ketiga, keteguhan para pengikut (umat) dengan tingkat konsistensi (istiqamah) yang tinggi dalam kerangka jihad fii sabilillah, sehingga umat yang dibentuknya mampu menjadi umat alternatif.

Keempat, teguhnya keyakinan kepada kehidupan ukhrawi, bahwa hidup tidak semata kehidupan duniawi (materil fisik).

Kelima, kecerdasan umat dalam melihat secara gamblang bahwa agama Islam adalah anutan yang lebih baik dari ajaran manapun yang pernah ada ataupun yang akan di tampilkan oleh pikiran-pikiran manusia. Kecerdasan dengan topangan keyakinan inilah yang telah menjadi pembangkit utama harakah Islam sebagai kekuatan alternatif di masa datang. .

Melihat perkembangan sedemikian itu, sudah semestinya umat Islam hari ini tampil berperan aktif, tidak hanya sebagai pelaku pendorong gerobak tua yang sudah mogok, kemudian di tinggalkannya dibelakang, atau sebagai lokomotif tanpa gerbong. Para Cendekiawan Muslim semestinya menjadi pencetus idea yang mengisi konsepsi-konsepsi aktual serta mampu menjadi penggerak di tengah kehidupan duniawi, (konseptual dan kontekstual).

Agama Islam tidak hanya ibadah dalam arti sempit atau ibadah mahdhah (puasa,shalat,zikir dan do’a) semata. Agama Islam, adalah anutan menurut bimbingan wahyu Allah dan Sunnah Rasul untuk membingkai amalan nyata yang shalih dan shahih dalam tujuan menata kualitas hidup “hasanah” dunia dan akhirat.

Umat Islam semestinya sadar bahwa Dakwah Ilaa Allah senantiasa berhadapan dengan kekuatan Yahudi dan Salibi yang selalu menghadang umat ini dengan beragam konsep fikrah (ghazwul fikriy), dan penguasaan lapangan ekonomi, teknologi dan informasi, yang secara sistimatis mengarah kepada pemelaratan yang terselubung dengan menciptakan umat yang kaya dengan kemiskinan bahkan miskin dengan kekayaan.

Dalam perjalanan dakwah risalahnya umat Islam selalu pula bertatapan dengan percaturan politik berlabel demokratisasi, humanisasi, yang pada dasarnya adalah kemasan apik dari phobia terhadap Islam dan selalu pula bergandengan dengan intimidasi terhadap umatnya.

Dalam kondisi seperti ini, kita peringati Maulid Nabi untuk kita mengkaji kembali langkah-langkah yang telah dilalui guna menatap jauh kedepan.

Padang, Rabi’ul Awwal 1430 H/ Pebruari 2009 M.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

benar sekali buya sesuai dengan zaman ini...Subhanallah.
Semoga Allah selalu memanjangkan umur Buya, menjaga Buya dan memberikan kekuatan untuk tetap Istiqamah dalam berdakwah..Salam kenal dari Miftah Faridl di Samarinda.