Rabu, 30 April 2008

Membuat Umat Jadi Baik

Pesan khuthbah Wada’ Rasulullah SAW
Oleh : H. Mas’oed Abidin

9 Zulhijjah 10 H/ Maret 632 M, seribu empat ratus sepuluh tahun berlalu dalam hitungan almanak qamariyah.
Sebanding dengan seribu tigaratus enam puluh delapan tahun bilangan kalender syamsiyah yang dipopolerkan sejak imperium Bizantium diperintah Yustinianus Akbar (de Groot).
Telah terjadi satu peristiwa sangat penting dalam sejarah kemanusian. Peristiwa itu berlaku dilereng Bukit (Jabal) Rahmah di tengah Padang Arafah.
Dikenal juga sebagai daerah Masy’aril Haram.
Peristiwa amat bersejarah ini berlaku dalam jalinan kuatnya hubungan manusia dengan tuhannya.
Dalam pengamalan aqidah agama Islam disebut Hablum minallah.
Di sisi lainnya sangat berkaitan erat sekali dengan penguatan hubungan manusia dengan sesama manusia, yang dikenal dalam kaidah syariah sebagai Hablum minan-nas.
Peristiwa akbar ini disaksikan oleh hampir 120.000 umat Islam pertama (sabiquunal-awwalun).
Mereka berkumpul dengan seragam yang sama.
Dua potong kain putih melilit badan, tanpa dijahit.
Berpakaian ihram.
Tubuh mereka tengah attafaluu.
Dalam keadaan kusut masai berdebu.
Tanpa pengharum sama sekali.
Karena disibukkan oleh talbiyah dan memohon maghfirah keampunan Allah ‘Azza wa Jalla.
Merebut hajjan mabruran bersama-sama dengan seorang hamba pilihan Rasulullah SAW.
Dalam puncak peristiwa itu, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khuthbah Arafah, yang amat terkenal dengan Khuthbah Wada’ yang berisikan hal-hal mendasar untuk kehidupan umat manusia sepanjang masa. Ketika itu telah ditetapkan prinsip-prinsip Islam secara lengkap.
Dimulai dengan kalimat,
“Wahai manusia, Dengarkanlah perkataanku !
Sesungguhnya saya tidak tahu, barangkali saya tak akan menemui kamu lagi sesudah tahun ini, di tempat ini selama-lamanya.”
Kalimat pembuka dari Nabi ini sudah cukup menyentuh hati umat di kala itu.
Kalimat wasiat terakhir dari seorang yang diikut dan dicintai oleh umatnya.
Utusan Allah yang mulia Muhammad SAW.
Habibullah yang menjadi contoh dan suri teladan.
Uswatun hasanah sepanjang masa.
Di antara Wasiat Arafah di Haji Tamam dimaksud berisikan pokok-pokok ajaran Islam, antara lain ;
1. “Wahai manusia ! Sesungguhnya darah kamu dan harta benda kamu adalah suci bagi kamu. Sampai kamu kelak menghadap tuhan kamu.
Pada suatu hari dan bulan yang sama sucinya dengan hari seperti hari dan bulan sekarang ini.
2. Sesungguhnya kamu akan menghadap Tuhanmu.
Tuhanmu akan menanyakan tentang segala amal-amal kamu.
Sesungguhnya saya telah sampaikan hal itu kepada kamu”.
3. Barang siapa yang menerima amanah hendaklah ditunaikannya amanah tersebut kepada orang yang mempertaruhkan amanah tersebut kepadanya”.
4. Sesungguhnya setiap riba sudah dihapuskan.
Tetapi kamu akan tetap memperoleh modal harta benda kamu.
Jangan kamu berlaku zhalim dan jangan pula bersedia dizalimi oleh orang lain.
Allah telah menetapkan supaya Riba itu tidak ada.
Sesungguhnya Riba dari (paman saya) Abbas bin Abdul Muthalib telah saya hapuskan sama sekali.
5. Sesungguhnya kebiasaan balas membalas, menumpahkan darah sebagai adat kebiasaan dari zaman jahiliyah telah dihapuskan.
Dan dendam darah yang mula pertama saya hapuskan ialah dendam darah dari Rabi’ah bin al Harits yang dibwesarkan ditengah-tengah Bani Laits dan telah dibunuh oleh Huzail.
6. Sesungguhnya kamu mempunyai hak-hak atas istrimu (perempuan kamu).
Hak kamu atas mereka ialah bahwa mereka tidak dibenarkan mendudukkan orang lain diatas tempat tidurmu.
Mereka tidak boleh mengerjakan perbuatan-perbuatan nista.
Jika mereka lakukan perbuatan itu, maka Allah telah mengizinkan kamu untuk memukulnya tanpa mencederai mereka.
Tetapi jika mereka telah menghentikan perbuatan tersebut maka mereka berhak menerima nafkah dan pakaian mereka dengan cara baik.
7. Terimalah wasiat untuk berbuat baik terhadap kaum wanita.
Karena mereka adalah orang yang harus ditolong disiisi kamu.
Mereka tidak memiliki sesuatu dari mereka.
Telah dihalalkan bagi kamu kehormatan kaum isteri kamu dengan kalimat Allah.
Pikirkanlah perkataanku ini wahai manusia !
Sesungguhnya saya telah menyampaikan kepada kamu.
8. Saya tinggalkan kepada kamu dua perpegangan.
Jika kamu berpegang kepada keduanya, niscaya kamu tidak akan pernah tersesat selama-lamanya.
Ingatlah keduanya selalu, yakni Kitabullah (al Quran) dan Sunnahku (Sunah Rasulullah SAW).
9. Wahai manusia, dengarkanlah olehmu perkataanku dan pikirkanlah.
Bahwasanya setiap muslim adalah saudara satu sama lain.
Seluruh orang-orang Islam bersaudara.
10. Tidak halal bagi seorang muslim dari saudaranya kecuali sesuatu yang diberikan kepadanya dengan hati yang suci.
Janganlah kamu menganiaya dirikamu.
Perhatikanlah.
Bukankah aku telah sampaikan kepada kamu ?
Menjawab orang banyak yang hadir ketika itu, “Sudah Yaa Rasulullah”.
Lantas Rasul SAW berkata, “Yaa Allah, saksikanlah !!!”.
Sehubungan Haji Wada’ ini, firman Allah kemudian menyebutkan,
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan hari kemenangan dan engkau lihat manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah; maka bertasbihlah engkau dengan pujaan-pujaanmu terhadap Allah Tuhan engkau dan beristiqfarlah akan dia. Sesunggunya Dia Allah maha memberi taubat” (QS. 110, an-Nashru 1-5),

Kekuatan Umat
Haji Wada’ bersama Rasulullah SAW. menjadi satu pameran kekuatan umat dengan ajaran Islam, dibarengi pengukuhan Islam sebagai agama resmi.
Umat Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT pada waktu itu, sejak dulu hingga ke akhir zaman, sebagai pemeran jihad fii sabilillah.
Huwa sammakumul Muslimin min qablu, wa fii haddza. Liyakuunar-Rasulu syahidan ‘alaikum. Wa takuunu syuhada’a alan-nas. “Allah telah menamai kamu sekalian Muslimin sejak dahulu, dan juga di dalam Al Quran ini. Supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu. Dan agar kamu menjadi saksi atas semua umat manusia”. (QS.22, al Hajj : 78)
Pengukuhan Islam sebagai satu-satunya agama disisi Allah, amat menumbuhkan kepercayaan diri kaum muslimin, dan memberikan dorongan besar untuk membangun dunia baru dengan hikmah ajaran Islam.
Walaupun tidak berapa lama sesudah Haji Wada’ ini Rasulullah Saw. sudah wafat, diangkat oleh Allah SWT kembali kesamping-Nya, namun jihad Islam tidak pernah mengendur.
Perkembangan Islam menjadi bukti lembaran sejarah peradaban manusia di seluruh belahan bumi.
Di tangan para sahabat generasi pelanjut yang berpegang teguh dengan dua pusaka yang ditinggalkan, ajaran al Qur’an dan Sunnah Rasullullah SAW itu, bukti-bukti sejarah tidak mungkin dihapus.
Pengembangan Agama Islam melebar sangat cepat.
Dalam waktu tidak lebih 90 tahun telah tumbuh masyarakat Muslim.
Telah berdiri negara-negara Islam yang merupakan imperium terbesar di zamannya., yang terbentang dari pinggiran sungai Indus di Timur, ke pantai lautan Atlantik di barat yang meliputi Asia Barat, jazirah Arab, seluruh Afrika Utara dan lautan Mideterinian atau lautan Putih Tengah.
Karunia Allah datang menghampiri umat, sudah tentu berkat kegigihan perjuangan Nabi Muhammad Saw. dan pengikit-pengikut Beliau.
Diringi dengan kearifan diplomasi Rasulullah SAW seperti terlihat nyata dalam perjanjian perdamaian Hadaibiyah, dan lain-lainnya.

Nashrullah dan Fathullah
Melestarikan nasrullah dan fathullah supaya selalu dipunyai oleh umat Muslim sepanjang masa, diperlukan senantiasa membersihkan iman tauhid.
Memurnikan pemahaman akidah didalam keagungan Allah SWT. Menghindari segala anasir-anasir syirik dan kekufuran.
Dengan permohonan I s t i g h f a r yang tak henti-hentinya atas segala tindak tanduk kita.
Tindakan ini merupakan instrospeksi dan ekstrospeksi secara jujur.
Sebagai upaya terus menerus dalam meng-evaluasi perjuangan yang ada dan telah dijalankan.
Istighfar berperan pula memberikan motivasi, dorongan amat bertalasan untuk membuat hari esok lebih baik dan lebih bersih dari hari ini atau lebih bermanfaat dari hari kemarin.
Suatu dorongan amat penting dimiliki dalam membentuk kemandirian (otonomi) dalam arti sebenarnya.
Tasbih, tahmid dan istigfar bagi setiap pejuang, pasti menumbuhkan sifat istiqamah.
Konsisten berada dalam garis Allah di medan juang manapun berada.
Umat Islam di Indonesia yang tengah beradalam dalam kerumunan berbagai pemikiran non Islam seperti Sekularisme, Zionisme, Orientalisme. Kondisi sedemikian sangat memerlukan sikap istiqamah. Agar arus jangan membawa hanyut.
Firman Allah telah memberikan warning (peringatan) antara lain, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan; Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka (istiqamah) menegakan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadanya”.(QS. Fussilat; 30)

Membuat Umat Jadi Baik
Indonesia adalah negara yang berpenduduk muslim yang nomor satu terbanyak di antara negara-negara lain, Mempunyai tanah air yang paling strategis letaknya di persimpangan lalulintas dunia.
Bumi Indonesia merupakan “qith’ah minal jannah fid-dunya”.
Umat Islam di Indonesia dituntut berperanan besar didalam percaturan global, mengemban panggilan masa depan yang gemilang.
Membuat umat jadi baik dan bahagia, Agama Islam memberi petunjuk, “Ada dua kelompok dari umat-ku, kalau keduanya baik Umat seluruhnya menjadi baik, dan kalau ke duanya jahat umat seluruhnya jadi binasa. Mereka ialah Ulama dan ‘Umara”.


Petunjuk Rasulullah juga menyebutkan ; “Apabila Umara dan penguasa-penguasa kamu terdiri dari orang-orang baik, dan Hartawan (ekonom-ekonom) kamu terdiri dari orang-orang pemurah, dan segala persoalan kemasyarakatan kamu pecahkan secara musyawarah atau demokratis, maka hidup di muka bumi tanah airmu sungguh indah dari pada mati berkalang tanah”.

Ungkapan kedua hadits ini menetapkan empat unsur pokok diperklukan menciptakan kehidupan bahagia bagi suatu umat .

1. Ulama yaitu Ulama didunia yang membawa umat keakhirat atau Ulama yang wara’.
2. Umara’ yaitu Umara yang adil.
3. Aghnia atau hartawan yang pemurah.
4. System demokrasi yang murni.

Pangilan zaman masa ini, semangkin nyaring meminta tampilnya ulama pemeran warasatul ambiya’.

Ulama yang menyadari fungsinya dan mau bekerja keras.

Bersungguh-sungguh hati mengungkap khazanah ajaran Islam demi menjawab tantangan zaman menyangkut seluruh segi persoalan hidup dan kehidupan manusia masa kini.

Alim Ulama semestinya menjadi pengawal umat.

Menjaga jangan terjadi perpisahan antara mereka dengan masyarakatnya.

Perpisahan Mengundang Celaka


Perpisahan ulama dengan umat menampilkan akibat sangat pahit bagi Islam.
Sebuah peringatan Rasulullah SAW mesti kita cermati sungguh-sungguh (yang arti bebasnya), “Akan datang suatu masa, di mana umat-ku (kata Rasulullah) lari menjauhkan diri dari alim Ulama dan Fuqaha (para ahli hukum Islam).
Maka dalam keadaan demikian, Allah SWT akan menimpakan kepada mereka tiga bencana, Yaitu,

(a). Dicabutnya oleh Allah berkah dalam rezki mereka.

(b). Akan diperintahi mereka oleh perintah dari pemerintahan yang zhalim.

(c). Mereka (banyak) yang wafat meninggal dunia dalam keadaan tidak beriman atau kafir.”

Kelangkaan ‘Ulama, merupakan suatu pertanda delatnya suatu bahaya zaman..
Penceramah, muballigh dan da’I yang mengajak umat untuk beragama, tampak bangkit di mana-mana. Kecemasan membayangi didalam kehidupan agama, umat sering menjadi bingung untuk mengamalkannya. Karena itu bila Ulama yang sangat diharapkan menuntun umat tidak ada, kemungkinan besar manusia akan menjadi liar kembali..

Mencermati kondisi ini, maka pesan Rasulullah SAW, perlu kita ingat selalu, bahwa ; “Akan datang suatu masa bagi umat-ku, banyak juru khutbahnya, sedikit alim ulamanya”.

Perkembangan global secara umum di mana-mana umat Islam, terutama generasi mudanya, sedang asyik-asyiknya menggali kembali ajaran agamanya yang murni. Mungkin yang selama ini banyak terabaikan. Sebahagian besar mereka kembali kebasis agama Islam, setelah lama terpesona oleh berbaqai idiologi lain, sehingga menjatuh mereka ke lembah kemunduran dan kehinaan.

Umat Islam di seluruh dunia sekarang ini sudah ingat kembali kepada misi penampilannya di tengah pergaulan hidup Internasional.

Empat belas abad yang lalu disampaikan oleh seorang prajurit Islam Rub’ie bin Amir dikala berhadapan dengan seorang jendral Angkatan Perang Persi, “Tuhan telah menampilkan kami umat Muslimin guna membebaskan dunia dari perbudakan manusia kepada menyembah Allah semata, dari sempitnya dunia (jahilinyah) kepada keluasaan (ilmu pengetahuan), dari kecurangan dan kepalsuan berbagai agama kepada keadilan Islam”.

Dalam kaitan ini, perlu diingat pesan Umar bin Khattab RA. Yang bersemi didalam lubuk hati umat Islam yang paling dalam yang menegaskan ;
“ Kita adalah umat yang telah dibikin berjaya oleh Allah dengan bimbingan agama Islam, kalaulah (satu kali) kita ingin mencapai kejayaan lagi dengan bimbingan selain agama Islam, (sudah pasti) malah kehinaanlah yang akan ditimpakan Allah kepada kita.”.

Demikian satu beban yang perlu dipikul umat ini dalam upaya menciptakan kebaikan dalam arti yang hakiki. Semoga Allah senantiasa melindungi. Amin.

Padang, 9 Zulhijjah