Kamis, 17 November 2011

Membina Sumber Daya dengan Adil

Oleh : Buya H. Masoed Abidin

Kalau disadari, di keliling kita terserak sumber daya umat yang besar. Sungguh banyak di antara mereka yang sedang terpelanting dan menderita. Ada berbagai kelompok dan kedudukan. Diantaranya ada bekas Pelajar yang putus sekolah. Ada juga Mahasiswa yang tak punya pekerjaan. Atau ada juga bekas pegawai-pegawai Negeri Sipil, Militer, pegawai perusahaan-perusahaan swasta dan guru-guru sekolah partikulir (Madrasah-Madrasah), Masyarakat Tani, pedagang kecil dan buruh kecil. Mereka adalah sumber daya manusia (SDM) yang besar kontribusinya. Walaupun diantaranya ada yang invalid, yang menderita tekanan kehidupan, dhu’afak, kehilangan rumah atau pekerjaan. Ini adalah kekuatan masyarakat yang perlu di bina. Perlu dibawa berperan aktif dalam proses kehidupan bangsa di tengah bergulirnya roda pembangunan.

Menghimpunnya, diperlukan usaha dengan berbagai upaya, baik yang bersifat psychologis ataupun technis. Langkah pertama, adalah bukakan “pintu hati” untuk yang memerlukan bantuan dalam rangka pemulihan kehidupan. Tunjukkan minat dengan ikhlas dan sungguh-sungguh.

Andaikata belum mampu memberikan bantuan sewaktu itu, sekurang-kurangnya sokongan moril harus diberikan. Hidupkan harapan kepada kekuatan kerahiman Ilahi. Suburkan kepercayaan mereka kepada kekuatan yang ada pada diri mereka sendiri. Tumbuhkan di hati mereka tulus dan ikhlas. Hati yang lebih tulus dan pikiran yang jernih serta lega akan kembali mengisi harapan.

Upaya ini akan menambah himmah (gita dan minat) untuk bekerja terus. Sekurang-kurangnya, menambah daya tahan umat. Agar umat terhindar dari tindakan menyalahi hukum Syar’iy, maupun urusan duniawi. Jangan ditinggal umat dengan bermacam-macam perasaan tak tentu arah. Tanpa pegangan yang pasti, umat akan patah hati.

Kriteria untuk merebut keberhasilan oleh seorang pemimpin, dalam semua level kedudukan, adalah selalu berada ditangah umat yang di pimpinnya. Pemikiran (ide) seorang pemimpin belum selalu komplet dan limitatif. Menjadi tidak terbatas bila berpadu dengan pengalaman. Pengalaman dan kearifan membaca kondisi keliling menjadi pelajaran sangat berharga. Penggugah dan pengantar pemikiran.

Pengalaman serta daya pikir dan daya cipta bila dipadukan, bermanfaat untuk menciptakan kesempurnaan dalam praktek. Semua barang yang lama itu tetap akan baru, selama sesorang belum mengerjakannya. Terpenting selalu mencoba untuk membangkitkan kreativitas dalam berusaha. Satu upaya inovatif untuk tetap bersemangat dalam menjalani roda kehidupan. Barangkali juga dirasakan, bahwa di antara hal-hal itu ada yang demikian barunya sehingga sukar. Rasa-rasa tak mungkin dapat mencapainya.

Moto amal itu seharusnya adalah; “Yang mudah sudah dikerjakan orang, Yang sukar kita kerjakan sekarang, Yang “tak mungkin” dikerjakan besok.” Dengan mengharapkan hidayat Ilahi, mari kita sahuti panggilan Allah SWT, “Katakanlah : Wahai kaumku, berbuatlah kamu sehabis-habis kemampuan-mu, akupun berbuat”!. Sungguh, Allah telah memerintahkan kepada setiap orang untuk berlaku adil, berbuat ihsan (kebajikan), dan membantu karib kerabat. Allah juga memerintahkan untuk melakukan pencegahan terhadap perilaku keji dan tercela (fahsya’, anarkis).

Allah SWT memerintahkan pula untuk menghindar dari kemungkaran (perbuatan terlarang) dan aniaya (anarkis), juga dari perlakuan yang melampaui batas (bagh-ya). Semua peringatan Allah ini harus selalu di ingat oleh manusia, agar tercipta kehidupaan yang sejahtera. ” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS.An Nahl,90).

Adil adalah pakaian setiap pemimpin, tidak semata ucapan. Adil adalah suatu perbuatan yang di dambakan setiap orang. Karenanya, menjadi kewajiban setiap pribadi untuk menegakkan dan mempertahankannya. Agama mengajarkan bahwa setiap orang adalah pemimpin. Setiap pemimpin akan diminta pertanggungan jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Agama Islam menegaskan bahwa seorang penguasa adalah pemimpin dari rakyatnya. Seorang suami menjadi pemimpin atas istri dan keluarga rumah tangganya. Seorang pekerja (khadam) adalah pemimpin atas harta yang di amanahkan oleh majikannya.

Konsekwensinya adalah setiap pemimpin memikul tanggung jawab untuk berlaku adil dan amanah dalam menjaga rakyat yang di pemimpinannya. Karena setiap pemimpin akan ditanya pertanggungan jawab atas kepemimpinannya. Begitulah isi peringatan Rasulullah SAW dalam satu hadist shaheh yang di riwayatkan Al-Bukhari dari ‘Abdullah ibn ‘Umar RA. Pemimpin yang adil, semestinyalah bersikap merendah (tawadhu’) terhadap rakyat yang dipimpinnya (HR.Bukhari, dalam Riyadhus-Shalihin, Imam Nawawy). Maknanya adalah kepentingan rakyat wajib di utamakan di atas segala kepentingan. Hanya ada satu capaian yang mesti diraih demi kemashlahatan rakyat banyak.

Pemimpin dalam pandangan agama Islam tidak untuk kepentingan kelompok atau golongan tetapi untuk kemashlahatan orang banyak. Walau yang tersua di kebanyakan paham sekuler dibangun dinding batas antara pemimpin di satu pihak dan rakyat di sisi lain. Dalam konsep Agama adalah memimpin jadi pemimpin hanyalah amanah Tuhan. Pemerintahan adalah amanah rakyat belaka.

Kepemimpinan sesungguhnya adalah amanat dari Allah SWT yang wajib di tunaikan sebagai ibadah di tengah kehidupan masyarakat atau rakyatnya dalam kerangka hablum min an-naas. Pakaian pemimpin adalah adil, sebagai ciri taqwa.

Wallahu a’lamu bis-shawaab.

Tidak ada komentar: