Pendidikan
Berkarakter adalah Pendidikan Akhlak Budi Pekerti
Oleh :
Buya H. Masoed Abidin
Akhlak
adalah konsep perangai yang diajarkan Maha Khalik menjadi bukti kuatnya keyakinan
atau keimanan seseorang. Akhlak adalah jembatan makhluk dengan Khaliknya. Hidup
tidak berakhlak menjadikan kehidupan tidak akan bermanfaat. Di akhirat kelak akan
merugi. Pelajaran Akhlak meliputi akhlak kepada Allah dan juga akhlak
kepada tetangga. Akhlak membimbing tata laku bergaul sesama besar dan kepada
yang lebih muda. Akhlak mengatur hubungan dengan lawan jenis dan juga terhadap yang
berbeda agama dan keyakinan. Akhlak juga mengatur hubungan pergaulan dengan alam
lingkungan lingkungan. Pendidikan akhlak berisi juga bagaiman semestinya
seseorang menghormati guru dan orang yang lebih tua serta bagaimana mestinya
berbakti kepada ibu bapa.
Ada
sebuah pesan Rasulullah bahwa “Kewajiban ayah kepada anaknya, supaya
memberinya nama yang baik dan pendidikan budi pekerti yang baik, mengajarnya
tulis baca, berenang dan memanah (keterampilan dan kemampuan membela diri
dan bela wathani), memberinya makanan yang baik dan mengawinkannya apabila
telah dewasa.” (HR. Hakim). Dalam mengingatkan seseorang agar tidak
terlepas dari perlindungan Khalik, maka Rasulullah mengingatkan “Pemuda!
Jagalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah (perintah)
Allah, nanti engkau akan mendapati penjagaan-Nya di hadapan engkau. Apabila
engkau menanya, tanyalah kepada Allah dan apabila engkau memohon pertolongan,
mohonlah pertolongan hanya kepada Allah ‘Azza Wajalla.” (HR. Tirmidzi).
Nilai-nilai
ajaran Islam mewajibkan mengimani
Allah dan menghargai nikmatNya menjadi sumber rezeki dan kekuatan kedamaian. Pengamalan
syari’at dengan tauhid yang benar akan menjauhkan dari semua bentuk
kemaksiatan. Maka nilai nilai ajaran agama tujuannya jelas, yaitu membina,
mengembangkan potensi dengan perilaku Islami di tengah kehidupan. Akhlak
mulia mendorong nagari maju bermartabat dengan minat terbimbing kepada pandai
bersyukur. Anak bangsa yang tidak menjaga budi akhlak akan mengalami kehancuran
dengan punahnya adat luhur serta lenyapnya keyakinan atau lunturnya budaya
bangsa. Membentuk watak generasi yang lasak (dinamik) dan memiliki
wawasan Agama Islam menjadi tugas utama sepanjang masa. Adalah menjadi tanggung
jawab kemanusiaan (wazhifah insaniah) untuk membina kesadaran
komunikatif dengan menggerakkan potensi dalam bimbingan syarak basandi
Kitabullah (basis religi).
Beberapa
langkah pencapaiannya dapat dilakukan dengan memulai dari lembaga keluarga dan
rumah tangga serta mengokohkan peran
pemimpin menjadi orang tua bagi semua yang dipimpinnya. Tentu tidak boleh diabaikan upaya memperkaya
warisan budaya dengan memupuk kesetiaan dan kecintaan dengan
rasa tanggung jawab agar berlaku keberlangsungan kehidupan patah tumbuh
hilang berganti. Semestinya ada kesungguhan dalam menanamkan aqidah
shahih (tauhid) serta istiqamah (konsisten) dalam mengamalkan ajaran
agama Islam yang dianut sera menularkan ilmu pengetahuan yang segar
dengan tradisi luhur.
Menyikapi
perubahan zaman dan pergantian musim yang sering dapat melanda adat budaya
pergaulan, maka ada tanggung jawab menanamkan kesadaran terhadap hak dan
kewajiban asasi individu secara amanah dan berkeadilan dalam menjaga hubungan
harmonis dengan alam lingkungan. Perlu
dilakukan kiat melazimkan musyawarah dengan disiplin serta teguh politik dan
kukuh ekonomi. Menanamkan sikap hidup yang bijak memilih prioritas atau tidak
boros dan menjauhi sifat mubazir sesungguhnya adalah puncak budaya Ruhul Islam
yang benar.
Jangan
dimungkiri bahwa kalbu atau hati adalah yang memerintah jiwa manusia. Allah mengingatkan bahwa, “Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada.” (Al-Hajj:22:46). Nafsu akan menjadi musuh berbahaya manakala
tidak terkendalikan. “Dan aku tidaklah akan mampu membersihkan diriku dari
kesalahan – selama memperturutkan hawa
nafsu --, karena sesungguhnya nafsu sangat menyuruh kepada kejahatan.” (Lihatlah
QS.12, Surat Yusuf ayat 53). Menuruti kehendak hawa nafsu belaka sama
dengan menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan, menjadi musyrik khafiy
(tersembunyi). Firman Allah menanyakan dengan bahasa sindiran, “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya?” (QS.Furqan ayat 43).
Terbentuknya
akhlak umat jadi domain ruhiyah
(ranah rohani) dalam satu komunitas yang mempunyai sahsiah berbasis
tauhid dan ibadah hanya dengan memahami dan meyakini serta menetapkan aqidah
iman yang istiqamah. Perlu di ingat bahwa semua bimbingan Kitabullah menekankan
adab pergaulan antar manusia dan sesama makhluk yang di ikat hubungan kasih sayang
yang ujud dengan ibadah dan sikap
hidup tawakkal dan bertaqwa. Akhlak mulia mendorong kepada kemajuan
bermartabat dengan minat terarah
memelihara sumber kehidupan dan terbimbing pandai bersyukur.
Pembentukan
karakter atau watak berawal dari penguatan unsur unsur perasaan hati (qalbin
Salim) yang menghiasi nurani manusia dengan nilai-nilai luhur dan tumbuh
mekar dengan kesadaran kearifan yang
cerdas budaya diperhalus oleh cerdas emosional serta dipertajam oleh kemampuan periksa
evaluasi positif dan negatif atau cerdas
rasional yang dilindungi oleh kesadaran yang melekat pada keyakinan (cerdas
spiritual) yakni hidayah Islam. Watak yang sempurna dengan nilai
nilai luhur akhlakul karimah ini akan melahirkan tindakan terpuji yang tumbuh
dengan motivasi (nawaitu) yang bersih (ikhlas). Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar